Dia adalah seorang karyawati sebuah opereator cellular terbesar di Indonesia, sebagai seorang karyawati tentu juga seperti karyawan yang lain, waktunya terikat dengan absen. Disela kesibukannya bekerja ia masih mampu meluangkan waktu untuk berbakti demi kepentingan social, ia luangkan waktu liburnya untuk anak-anak jalanan, ia mendampingi mereka belajar dan sesekali ia juga menyumbangikan fasilitas belajar dengan Cuma-cuma.
Disudut kota metropolitan ini, di lingkungan yang tidak kondusif untuk melakukan kegiatan belajar- mengajar, ditengah kondisi social kemasyarakatan yang kurang memahami arti sebuah pendidikan ia berusaha turut berjuang mencerdaskan bangsa.
Ahkwat…? Dia bukan akhwat (sebutan yang diberikan kepada kelompok wanita dewasa dalam sebuah komunitas dakwah), dia tidak berjilbab besar, dia juga tidak bermurabbi, dia juga tidak tergabung dalam komunitas dakwah, dia hanyalah wanita biasa yang merasa terketuk hatinya.
Lalu kemanakah ahwat yang kita kenal selama ini…?? Ahwat yang katanya pecinta dakwah, akhwat dengan jilbab besarnya, ahwat yang seringkali mengagungkan murobbinya, akhwal yang katanya bersedia memberikan hidupnya untuk berjuang membela agama Allah. kemanakah mereka berdakwah…? ternyata Para akhwat punya lahan dakwah tersendiri, mereka berdakwah di lingkungan yang kondusif, mereka berdakwah dikampus-kampus, disekolah-sekolah (Rohis dll), dan di majelis taklim, yang notabene masyarakat disitu sudah bisa menerima dakwah. “jangan dikira…, dikampus pun masih banyak orang pinggiran lho…, orang pinggiran yang di kampus malah justru lebih kampungan daripada orang kapung beneran” begitu tandasnya ketika mencoba di singgung mengapa dakwahnya hanya berkutat dilingkungan sekolah dan kampus saja.
Bahasa sederhananya ternyata akwat jago kandang…! Berani berdakwah dilingkungan yang kondusif saja, memang ada beberapa kelompok ahwat yang belakangan ini mulai menyentuh masyarakat pinggiran - ( dalam arti sebenarnya maupun masyarakat pinggiran dilingkungan kampus) - yang identik dengan kumuh, cadas, dan tidak tahu aturan, namun jumlahnya tidak lebih dari 20% dan itu paling tidak bertahan lama, hanya beberapa bulan saja. Survey membuktikan 80 % dakwah mereka mati di tahun pertama. Pertanyaannya adalah kalua dakwah dilingkungan yang kondusif saja tidak berhasil, lalu predikat apakah yang layak untuk disanjungkan…???